Jumat, 23 November 2007

sejarah

5.000 sebelum Masehi: Sepakbola dimainkan di Cina dengan nama tsu chu. Selain untuk melatih fisik tentara, permainan ini dipertandingkan saat kaisar ulang tahun.
3000 sebelum Masehi: Orang Jepang memainkan KEMARI. (sepak bola ala Jepang)
2500 sebelum Masehi: Orang Mesir Kuno dan Timur Tengah memainkan sepakbola sebagai bagian dari ritual keagamaan. Hanya sedikit dokumen yang mendukung hipotesis ini. Tahun Masehi: Penemuan dokumen-dokumen sepakbola di Roma dan Yunani.
100-500: Orang Romawi menyebarkan permainan harpastrum ke wilayah Eropa.
217: Tentara Inggris mulai memainkan sepakbola setelah mengalahkan tentara Roma.
600-1600: Orang Meksiko dan Amerika Tengah membuat bola dari karet. Permainan di sana merupakan gabungan dari basket, voli dan sepakbola. Abad pertengahan: Italia, Prancis dan Eropa lainnya mulai menemukan sepakbola.
1100: Permainan bola di Inggris dilakukan dengan brutal tanpa aturan.
1314: Raja Edward II melarang sepakbola.
1369: Raja Edward III meneruskannya.
1500: Italia menemukan calcio dengan pemain satu tim lebih dari 27 orang. Permainannya sangat sederhana: mendendang, mengoper dan menggiring bola untuk di bawa ke garis gol. Belum ada gawang.
1561: Richard Mulcaster mengadopsi calcio dari Florence ini untuk diajarkan di sekolah-sekolah dasar dan menengah di Inggris.
1572: Ratu Elizabeth I serius melarang sepakbola dan menyediakan penjara bagi rakyatnya yang memaksa bermain

Dua ratus tahun kemudian Joseph Strutt menyempurnakan aturan tersebut.
Belajar dari sejarah bola Inggris tahun 1700, ia menulis buku The Sports and
Pastimes of The People England. Dalam buku ini ia membuat aturan bahwa sepak
bola harus terdiri dari dua tim dengan jumlah pemain sama. Kedua tim harus
berebut bola untuk memasukkannya ke gawang lawan yang terpisah oleh jarak
70-90 meter.


Baik Bardi, Mulcaster maupun Strutt, ketiganya menginginkan sepak bola
melulu sebagai permainan. Mereka sebenarnya mengadopsi peraturanperaturan
sederhana sepak bola yang sudah dipraktikkan di Jepang dan Cina puluhan abad
sebelumnya. Dalam World Soccer (1992), Guy Oliver menulis bahwa peraturan
dan permainan tsu chu maupun kemari merupakan sumber ilham sepak bola
modern.


Mulcaster dijuluki sebagai "pembela sepak bola paling gigih dari abad 16".
Itu karena ia tekun mengkampanyekan sepak bola yang tidak brutal. Permainan
ini, katanya, bahkan harus dimainkan oleh perempuan dan anak-anak karena
berguna untuk kekuatan dan kebugaran tubuh. Padahal di Cina, menurut pelukis
Dinasti Ming, Du Jin, para perempuan sudah bermain tsu chu antara tahun
1465-1509.


Konsep Strutt ini kemudian dijadikan pijakan peraturan sepak bola modern.
Pijakan ini mendasari lahirnya Football Association di Inggris pada 26
Oktober 1863 oleh 11 klub sepak bola di sana yang anggotanya terdiri dari
para mahasiwa. Awalnya, asosiasi mengatur jumlah pemain satu tim sebanyak
15-21 orang. Pada 1870 jumlah pemain dibakukan menjadi sebelas. Penjaga
gawang baru muncul pada 1880.


Dari organisasi ini pulalah lahir istilah soccer, dari singkatan kata
association. Charles Wreford Brown, mahasiswa Universitas Oxford, menemukan
tak sengaja istilah ini ketika ditanya orang apakah ia seorang pemain rugbi
(rugger), olahraga yang lebih terkenal di sana. Brown menjawab, "No, I'am
soccer."


Sedangkan football, meskipun pertama kali disebut dalam larangan- larangan
para raja pada abad 17 dengan nama fute-ball, istilah ini semakin populer
setelah ditulis dramawan Inggris yang terkenal, William Shakespeare. Dalam
King Lear seorang tokohnya mencemooh tokoh lain yang dianggap dungu sebagai
"football player". Shakespeare melanjutkannya ketika menulis Comedy and
Errors (adegan II). Istilah ini masih dipakainya untuk mencemooh tokoh yang
begerak tak tentu arah.


Tahun 1863 merupakan tonggak sejarah sepak bola modern. Selain ada wasit,
luas lapangan dan jumlah pemain yang dibatasi, sepak bola juga hanya memakai
kulit binatang yang diisi udara. Permainan ini kemudian menyebar ke negara
jajahan Inggris dan berkembang pesat dan kompleks sebagai budaya massa dalam
abad modern.


Orang Inggris keliru ketika pada Piala Eropa 1996 memasang spanduk
besar-besar dengan bunyi: sepak bola kembali ke tanah leluhurnya. Orang
Inggris mengacu pada kelahiran Asosiasi sepak bola (FA) yang baru berusia
dua abad itu. Mereka keliru karena sepak bola adalah produk santun
kebudayaan Timur.


Sebagai sebuah budaya massa, sepak bola telah menarik minat para ilmuwan
dengan pelbagai latar belakang: sosial, ekonomi, politik, filsafat. Victor
Matheson dari Departemen Ekonomi William College, Inggris, dalam
penelitiannya di tahun 2003 menyimpulkan bahwa klub-klub profesional di
Eropa dan Amerika Selatan menyumbang pertumbuhan ekonomi yang signifikan
kepada negaranya. Setiap klub, dengan perputaran uang triliunan rupiah,
setidaknya mempekerjakan 3.000 karyawan. Atau holiganisme di Inggris yang
menarik minat para sosiolog dalam meneliti pendukung sebuah kesebelasan.


Para pemikir sudah lama menaruh minat pada olahraga ini. Albert Camus pernah
bilang bahwa dirinya berutang kepada sepak bola karena olahraga ini
mempertontonkan soal moral dan tanggungjawab. Di masa mudanya, Camus pernah
jadi kiper, karena itu ia punya lebih banyak waktu merenungkan pertandingan.
Claude Levi- Strauss, Sartre hingga Gramsci juga sudah menulis kajian
filsafat sepak bola. Di Australia, pengelola klub menyeleksi pemain dengan
teori psikoanalisis Sigmund Freud.


Karena itu Cao Yang tetap gemas meski Cina sudah diakui sebagai tanah
leluhur sepak bola. Ia gemas karena Eropa mampu mencuri permainan ini dan
maju dengan itu.

Tidak ada komentar: